Lanjutan 6… Kopi di Kerintji
Bukti lainnya tanaman kopi sudah ada di Kerinci sejak abad 14 adalah naskah kuno Melayu pasca pallawa Kitab Undang Undang Tanjung Tanah (KUUTT) sebagai naskah transkrip Melayu tertua di dunia, yang terdapat di Tanjung Tanah Kerinci, yang sudah ada uji dating carbonnya, pertama kali di kaji oleh Dr. P. Voorhoeve tahun 1941, kemudian Prof. UliKozok, filologi asal Jerman, telah mengejutkan dunia penelitian bahasa dan sejarah kuno Indonesia. Lewat temuan sebuah naskah Malayu kuno di Kabupaten Kerinci, yang ia lihat pertama kali di tangan penduduk pada 2002, "Naskah Undang-Undang Tanjung Tanah" yang ditemukan Kozok merupakan naskah pertama yang menggunakan aksara Pasca-Palawa berdasar uji radio karbon di Wellington, New Zealand naskah ini diperkirakan dibuat pada zaman Kerajaan Adityawarman di Saruwasa (Tanah Datar, Sumatera Barat) antara 1345 hingga 1377.
Dalam naskah itu disebutkan bahwa Kerinci sudah menjadi pusat pertanian dan perkebunan karena kesuburan tanahnya. Komoditas yang menjadi andalan adalah teh, sayur mayur, kayu manis dan kopi. Ini membuktikan bahwa tradisi minun kawa sudah ada sebelum Belanda datang, dan dalam naskah tersebut di tulis oleh Kuja Ali gelar Depati Selunjur Alam Kerinci, dari nama tersebut masyarakat Kerinci kuno sudah kontak dengan para pedagang Timur Tengah, bisa jadi kopi dibawa oleh pedagang Timur Tengah tersebut, karena ditilik dari sejara awal kopi, adalah minuman sakral para ahli tasauf, dan Islam awal di Kerinci adalah Islam dengan kajian tasauf, yang juga dibuktikan dengan isi tambo tambo aksara incung.
Bukti arkeologis lain masyarakat Kerinci kuno sudah mengadakan hubungan dagang dengan bangsa luar adalah temuan benda keramik Cina dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M) yang tersimpan di Museum Nasional Jakarta, yang menurut Abu Ridho, ketiga benda keramik tersebut berupa bejana penjenazahan dari dinasti Han (abad 1 – 2 M), mangkuk sesaji dari dinasti Han (abad ke-1 – 3 M), dan guci tempat anggur bertutup dari dinasti Han (abad 1 – 2 M) (1979:105 – 118).
Pengaruh kebudayaan Hindu-Budha pun hampir tidak terlihat di Kerinci dan Merangin. Hingga kini belum ditemukan situs-situs Hindu-Buda di kedua wilayah tersebut, tetapi di Kerinci ditemukan arca lepas berupa dua buah arca Boddhisattwa perunggu berukuran kecil (tinggi 16 cm) (Schnitger,1937:13).
Keramik Cina dari dinasti Sung (960 – 1270 M) banyak ditemukan di dataran tinggi Kerinci, dan daerah lembah kaki Gunung Raya . Temuan tersebut membuktikan bahwa ketika di dataran rendah Jambi berkembang pesat kerajaan Malayu bercorak budis, di dataran tinggi Jambi bertahan kehidupan bercorak tradisi megalitik. Bahkan tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci bertahan hingga kedatangan Islam. Tradisi megalitik di kawasan tersebut tampaknya baru berakhir pada abad ke-18, Masyarakat bercorak tradisi megalitik di dataran tinggi Kerinci mungkin sekali menghuni lahan di sekitar batu monolit yang mempunyai nama lokal batu gong, batu bedil atau batu larung. Bukti-bukti hunian di sekitar batu megalitik ditemukan dalam ekskavasi Bagyo Prasetyo tahun 1994 di Bukit Talang Pulai, Kerinci . Tinggalan artefak menonjol di situs megalit adalah pecahan tembikar yang merupakan bukti pemukiman.Melalui analisis C-14 yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, arang yang ditemukan dalam tempayan diketahui berumur 810 ± 120 BP (tahun 1020 -- 1260 M). Sementara itu, situs Bukit Batu Larung berumur 970 ± 140 BP (tahun 840 -- 1120).
-- (Artikel 7) --